Laman

Jumat, 14 Mei 2010

JADILAH CREATIF & UNIK

JADILAH KREATIVE DAN UNIK
 
Merupakan sebuah kenyataan bahwa upaya kreatif berkaitan dengan antusiasme dan gairah dan dikenal sebagai faktor substantial pada tingkat puncak kinerja.

Lensa ini akan menunjukan bagaimana cara kita meningkatkan kreativitas. Jangan sampai  hanya takjub dengan ide  lain, kini saatnya Anda menghasilkan ide-ide cemerlang.

Mengapa Harus Kreatif? 

Apakah Anda mau mengabaikan manfaat kreatif yang luar biasa ini?

Banyak orang  mengabaikan kreaitivitas sebab dia tidak menyadari manfaat dari kreaivitas. Oleh karena itu, saya ingin memberitahu Anda mengapa kita harus kreatif.
  • Hidup selalu berhadapan dengan masalah, Anda perlu ide-ide untuk mengatasi masalah tersebut. Anda harus kreatif mencari ide-ide untuk memecahkan masalah yang Anda hadapi.
  • Persaingan tidak pernah berhenti. Anda akan menghadapi produk yang sama dengan yang Anda jual. Anda harus kreatif menghasilkan ide-ide untuk membuat atau memperbaiki produk Anda agar tetap unggul.
  • Seringkali, yang membedakan Anda dengan karyawan lain ialah kreativitas Anda dalam mencari solusi, menghasil ide-ide terobosan, dan dalam menjalankan tugas Anda.
  • Orang kreative tidak menyerah menyerah, karena selalu memiliki solusi alternatif.
  • dan masih banyak manfaat lainnya.

Agar Berpikir Kreatif 

Peran motivasi, mengambil resiko, dan rileks

Sikap-sikap yang harus Anda kembangkan agar kreatif.
  • Kreativitas anda ditentukan sejauh mana Anda menginginkan hal-hal baru. Motivasi ini dilandasi sejauh mana Anda menginginkan perbaikan dalam hidup Anda atau sejauh mana Anda sedang mengalami kesulitan. Pertanyaan yang sangat penting ialah sejauh mana Anda menginginkan hal yang baru?

    Temukan motivator tersebut dan tetapkan dalam pikiran Anda.
  • Saya sering mendapatkan ide justru pada saat rileks ketimbang berfikir serius. Jadi saat Anda ingin menyelesaikan masalah, atau ingin mencari suatu ide baru coba saja untuk rileks. Namun sebelum rileks Anda  menyatakan apa yang Anda cari, katakan berulang-ulang sampai meresap ke dalam pikiran bawah sadar, kemudian rileks. Anda akan takjub dengan teknik sederhana ini, ide-ide atau solusi akan muncul pada saat-saat yang tidak terduga.
  • Takut terhadap resiko yang terdapat pada ide justru akan menghambat jalan keluar ide Anda. Setiap gagasan atau solusi mungkin akan mengandung resiko, tetapi jika Anda ingin kreatif Anda harus berani mengambil resikonya.

Mengembangkan Kreativitas 

Peluang, kebiasaan, dan sudut pandang

Sikap-sikal lain yang perlu Anda miliki agar kreatif
  • Jika Anda ingin kreatif adalah fokus pada peluang. Saya sering mendengar ada orang yang mengatakan bahwa jadikan masalah jadi peluang. Namun saran saya bukan hanya itu, bukan hanya masalah saja yang bisa menjadi peluang. Apapun yang ada dihadapan Anda bisa mencetuskan ide sebuah peluang baru.

    Suatu contoh, saat Anda sedang memegang gelas, coba tanyakan peluang apa yang bisa dapatkan dari gelas? Saat ini mungkin masih bingung, tetapi dengan terus-menerus mengajukan pertanyaan tersebut, insya Allah ide-ide akan bermunculan. Setelah ide-ide itu muncul Anda tinggal mengevaluasi ide mana yang terbaik.
  • Anda lebih kreatif Anda harus berani keluar dari kebiasaan. Anda jangan terkungkung dengan apa yang ada saat ini, itu belum tentu hal yang terbaik. Masih ada peluang untuk yang lebih baik. Percayalah, sebab jika tidak percaya, ide-ide Anda akan tersumbat keluar. Jangan suka dengan status quo, cintailah perubahan, namun perubahan menuju yang lebih baik.
  • Cobalah melihat segala sesuatu dari berbagai sudut pandang. Saya bukan penganut bahwa kebenaran itu relatif, kebenaran adalah mutlak dari Allah SWT. Namun yang dimaksud disini, melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang agar kita bisa melihat berbagai aspek yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang kita hadapi. Apakah Anda berfikir kalau gelas itu hanya alat untuk minum? Ternyata tidak, gelas bisa untuk hiasan jika bentuknya indah, gelas bisa untuk menyimpan pensil dan ball point, bahkan gelas bisa untuk melempar maling jika perlu. :)

Pola Pikir Orang Kreatif 

Kesalahan, perbaiki, dan perubahan

Sikap-sikap selanjutnya yang perlu kita miliki agar kreatif.
  • Suatu saat Anda memiliki ide, kemudian Anda lakukan atau Anda coba ide tersebut, ternyata gagal. Perbaiki ide tersebut sampai berhasil, jadilah ide baru. Inilah tip yang ketujuh, yaitu belajar dari kesalahan. Kesalahan bisa menghasilkan ide baru yang lebih baik. Tanyakanlah terhadap ide lama Anda yang gagal, apa pelajaran dari ide tersebut, bisakah dilakukan lagi dengan cara baru, apakah timmingnya kurang tepat?
  • Jangan berpikir bahwa kreatif itu hanya membuat hal-hal yang baru. Justru salah, karena manusia tidak pernah membuat hal yang baru. Hanya Allah SWT yang bisa. Manusia hanya bisa menemukan apa yang belum ditemukan oleh orang lain, manusia hanya bisa mengubah atau menggabungkan hal-hal yang sudah ada, sekali lagi bukan menciptakan hal yang baru. Jadi jika Anda ingin kreatif Anda bisa mulai dengan barang yang ada di depan Anda, perbaikan apa yang bisa Anda lakukan terhadap barang tersebut.
  • Jangan terpaku dengan ide lama. Bagaimanapun suksesnya ide Anda pada waktu yang lalu, belum tentu akan berhasil lagi pada saat ini. Evaluasi lagi, tidak masalah mengeliminasi ide Anda sendiri yang sukses untuk mendapatkan ide baru yang lebih baik. Termasuk juga disini saat ide Anda disisihkan oleh ide orang lain, jangan sedih karena meskipun tidak disisihkan oleh orang lain, toch Anda harus menggantinya sendiri jika ide Anda tersebut sudah tidak relevan.

Kreativitas adalah Inti Kegairahan 

Hidup Anda akan terasa bergairah jika Anda kreatif

Tip kesepuluh, bacalah tip pertama sampai tip kesembilan berulang-ulang sampai meresap dalam pikiran Anda. Semakin melekat tip-tip ini pada diri Anda, insya Allah akan semakin kreatif Anda.

Tip pertama sampai tip kesepuluh adalah sebagai fondasi yang perlu Anda miliki untuk menjadi orang yang lebih kreatif. Baru fondasi? Berarti masih ada kelanjutannya? Jawabannya ya. Kelanjutan dari fondasi ini ialah Anda perlu mengetahui teknik-teknik dalam menggali ide. Ada puluhan teknik yang perlu Anda pelajari dan praktekkan untuk memudahkan Anda menggali ide tersebut.

Semakin kreatif Anda, semakin tinggi juga tingkat stimulasinya, dan kegairahan juga semakin tercipta... maka semakin besar kesempatan untuk memperoleh hasil yang sukses.

Kesuksesan dan kreativitas saling mendukung satu sama lain. Mereka yang paling kreatif itulah biasanya yang paling sukses. Jika Anda ingin meningkatkan peluang sukses, maka tingkatkanlah kreativitas Anda.

Miliki rasa percaya diri, kreativitas dan gairah, kemudian nyatakan keyakinan Anda kepada dunia, dan masa depan Anda akan menjadi gilang-gemilang.

Bukalah pintu kreativitas Anda dengan mengikuti sebuah kelas kreativitas jarak jauh pertama di Indonesia. Bergabunglah dengan:

perkawinan silang

Perkawinan campuran telah merambah ke-seluruh pelosok Tanah Air dan kelas masyarakat. Globalisasi informasi, ekonomi, pendidikan, dan transportasi telah menggugurkan stigma bahwa kawin campur adalah perkawinan antara ekspatriat kaya dan orang Indonesia. Menurut survey yang dilakukan oleh Mixed Couple Club, jalur perkenalan yang membawa pasangan berbeda kewarganegaraan menikah antara lain adalah perkenalan melalui internet, kemudian bekas teman kerja/bisnis, berkenalan saat berlibur, bekas teman sekolah/kuliah, dan sahabat pena. Perkawinan campur juga terjadi pada tenaga kerja Indonesia dengan tenaga kerja dari negara lain. Dengan banyak terjadinya perkawinan campur di Indonesia sudah seharusnya perlindungan hukum dalam perkawinan campuran ini diakomodir dengan baik dalam perundang-undangan di indonesia.
Dalam perundang-undangan di Indonesia, perkawinan campuran didefinisikan dalam Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 57 : ”yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia”.

Selama hampir setengah abad pengaturan kewarganegaraan dalam perkawinan campuran antara warga negara indonesia dengan warga negara asing, mengacu pada UU Kewarganegaraan No.62 Tahun 1958. Seiring berjalannya waktu UU ini dinilai tidak sanggup lagi mengakomodir kepentingan para pihak dalam perkawinan campuran, terutama perlindungan untuk istri dan anak.
Menurut teori hukum perdata internasional, untuk menentukan status anak dan hubungan antara anak dan orang tua, perlu dilihat dahulu perkawinan orang tuanya sebagai persoalan pendahuluan, apakah perkawinan orang tuanya sah sehingga anak memiliki hubungan hukum dengan ayahnya, atau perkawinan tersebut tidak sah, sehingga anak dianggap sebagai anak luar nikah yang hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya.

Dalam sistem hukum Indonesia, Prof. Sudargo Gautama menyatakan kecondongannya pada sistem hukum dari ayah demi kesatuan hukum dalam keluarga, bahwa semua anak–anak dalam keluarga itu sepanjang mengenai kekuasaan tertentu orang tua terhadap anak mereka (ouderlijke macht) tunduk pada hukum yang sama. Kecondongan ini sesuai dengan prinsip dalam UU Kewarganegaraan No. 62 tahun 1958.

Kecondongan pada sistem hukum ayah demi kesatuan hukum, memiliki tujuan yang baik yaitu kesatuan dalam keluarga, namun dalam hal kewarganegaraan ibu berbeda dari ayah, lalu terjadi perpecahan dalam perkawinan tersebut maka akan sulit bagi ibu untuk mengasuh dan membesarkan anak-anaknya yang berbeda kewarganegaraan, terutama bila anak-anak tersebut masih dibawah umur.

Barulah pada 11 Juli 2006, DPR mengesahkan Undang-Undang Kewarganegaraan yang baru. Lahirnya undang-undang ini disambut gembira oleh sekelompok kaum ibu yang menikah dengan warga negara asing, walaupun pro dan kontra masih saja timbul, namun secara garis besar Undang-undang baru yang memperbolehkan dwi kewarganegaraan terbatas ini sudah memberikan pencerahan baru dalam mengatasi persoalan-persoalan yang lahir dari perkawinan campuran.

Persoalan yang rentan dan sering timbul dalam perkawinan campuran adalah masalah kewarganegaraan anak. UU kewarganegaraan yang lama menganut prinsip kewarganegaraan tunggal, sehingga anak yang lahir dari perkawinan campuran hanya bisa memiliki satu kewarganegaraan, yang dalam UU tersebut ditentukan bahwa yang harus diikuti adalah kewarganegaraan ayahnya. Pengaturan ini menimbulkan persoalan apabila di kemudian hari perkawinan orang tua pecah, tentu ibu akan kesulitan mendapat pengasuhan anaknya yang warga negara asing.

Dengan lahirnya UU Kewarganegaraan yang baru, sangat menarik untuk dikaji bagaimana pengaruh lahirnya UU ini terhadap status hukum anak dari perkawinan campuran. Definisi anak dalam pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah : “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.

Dalam hukum perdata, diketahui bahwa manusia memiliki status sebagai subjek hukum sejak ia dilahirkan. Pasal 2 KUHP memberi pengecualian bahwa anak yang masih dalam kandungan dapat menjadi subjek hukum apabila ada kepentingan yang menghendaki dan dilahirkan dalam keadaan hidup. Manusia sebagai subjek hukum berarti manusia memiliki hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum. Namun tidak berarti semua manusia cakap bertindak dalam lalu lintas hukum. Orang-orang yang tidak memiliki kewenangan atau kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum diwakili oleh orang lain.

Dengan demikian anak dapat dikategorikan sebagai subjek hukum yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Seseorang yang tidak cakap karena belum dewasa diwakili oleh orang tua atau walinya dalam melakukan perbuatan hukum. Anak yang lahir dari perkawinan campuran memiliki kemungkinan bahwa ayah ibunya memiliki kewarganegaraan yang berbeda sehingga tunduk pada dua yurisdiksi hukum yang berbeda. Berdasarkan UU Kewarganegaraan yang lama, anak hanya mengikuti kewarganegaraan ayahnya, namun berdasarkan UU Kewarganegaraan yang baru anak akan memiliki dua kewarganegaraan. Menarik untuk dikaji karena dengan kewarganegaraan ganda tersebut, maka anak akan tunduk pada dua yurisdiksi hukum.

Bila dikaji dari segi hukum perdata internasional, kewarganegaraan ganda juga memiliki potensi masalah, misalnya dalam hal penentuan status personal yang didasarkan pada asas nasionalitas, maka seorang anak berarti akan tunduk pada ketentuan negara nasionalnya. Bila ketentuan antara hukum negara yang satu dengan yang lain tidak bertentangan maka tidak ada masalah, namun bagaimana bila ada pertentangan antara hukum negara yang satu dengan yang lain, lalu pengaturan status personal anak itu akan mengikuti kaidah negara yang mana. Lalu bagaimana bila ketentuan yang satu melanggar asas ketertiban umum pada ketentuan negara yang lain.

Sebagai contoh adalah dalam hal perkawinan, menurut hukum Indonesia, terdapat syarat materil dan formil yang perlu dipenuhi. Ketika seorang anak yang belum berusia 18 tahun hendak menikah maka harus memuhi kedua syarat tersebut. Syarat materil harus mengikuti hukum Indonesia sedangkan syarat formil mengikuti hukum tempat perkawinan dilangsungkan. Misalkan anak tersebut hendak menikahi pamannya sendiri (hubungan darah garis lurus ke atas), berdasarkan syarat materiil hukum Indonesia hal tersebut dilarang (pasal 8 UU No. 1 tahun 1974), namun berdasarkan hukum dari negara pemberi kewarganegaraan yang lain, hal tersebut diizinkan, lalu ketentuan mana yang harus diikutinya.
Dalam menentukan kewarganegaraan seseorang, dikenal dengan adanya asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan asas kewaraganegaraan berdasarkan perkawinan. Dalam penentuan kewarganegaraan didasarkan kepada sisi kelahiran dikenal dua asas yaitu asas ius soli dan ius sanguinis. Ius artinya hukum atau dalil. Soli berasal dari kata solum yang artinya negari atau tanah. Sanguinis berasal dari kata sanguis yang artinya darah. Asas Ius Soli; Asas yang menyatakan bahawa kewarganegaraan seseorang ditentukan dari tempat dimana orang tersebut dilahirkan. Asas Ius Sanguinis; Asas yang menyatakan bahwa kewarganegaraan sesorang ditentukan beradasarkan keturunan dari orang tersebut.
Selain dari sisi kelahiran, penentuan kewarganegaraan dapat didasarkan pada aspek perkawinan yang mencakupa asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat. Asas persamaan hukum didasarkan pandangan bahwa suami istri adalah suatu ikatan yang tidak terpecahkan sebagai inti dari masyarakat. Dalam menyelenggarakan kehidupan bersama, suami istri perlu mencerminkan suatu kesatuan yang bulat termasuk dalam masalah kewarganegaraan. Berdasarkan asas ini diusahakan ststus kewarganegaraan suami dan istri adalah sama dan satu.
Penentuan kewarganegaraan yang berbeda-beda oleh setiap negara dapat menciptakan problem kewarganegaraan bagi seorang warga. Secara ringkas problem kewarganegaraan adalah munculnya apatride dan bipatride. Appatride adalah istilah untuk orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan. Bipatride adalah istilah untuk orang-orang yang memiliki kewarganegaraan ganda (rangkap dua). Bahkan dapat muncul multipatride yaitu istilah untuk orang-orang yang memiliki kewarganegaraan yang banyak (lebih dari 2).
Adapun Undang-Undang yang mengatur tentang warga negara adalah Undang-Undang No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Pewarganegaraan adalah tatacara bagi orang asing untuk memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia melalui permohonan. Dalam Undang-Undang dinyatakan bahwa kewarganegaraan Republik Indonesia dapat juga diperoleh memalului pewarganegaraan.
Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon juika memenuhi persyaratan sebagai berikut: telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut, sehat jasmani dan rohani, dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun, jika dengan memperoleh kewarganegaraan Indonesia, tidak menjadi kewarganegaraan ganda, mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap, membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.
Hilangnya Kewarganegaraan Indonesia diantaranya; memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri, tidak menolak atau melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu, dinyatakan hilang kewarganegaraan oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri dan dengan dinyatakan hilang kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan, masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden, secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undngan hanya dapat dijabat oleh warga negara Indonesia, secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut, tidak diwajibkan tapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yangbersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing, mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya, bertempat tinggal diluar wilayah negara republic Indonesia selama 5 (liama0 tahun berturut-turut bukan dalam rangaka dinas negara, tanpa alas an yang sah dan dengan sngaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonedia sebelum jangka waktu 5(liama) tahun itu berakhir dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernytaaan ingin tetap menjadi warga Negara Indonesia kepada perwakilan RI yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal perwakilan RI tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.

KESIMPULAN
Anak adalah subjek hukum yang belum cakap melakukan perbuatan hukum sendiri sehingga harus dibantu oleh orang tua atau walinya yang memiliki kecakapan. Pengaturan status hukum anak hasil perkawinan campuran dalam UU Kewarganegaraan yang baru, memberi pencerahan yang positif, terutama dalam hubungan anak dengan ibunya, karena UU baru ini mengizinkan kewarganegaraan ganda terbatas untuk anak hasil perkawinan campuran.

UU Kewarganegaraan yang baru ini menuai pujian dan juga kritik, termasuk terkait dengan status anak. Penulis juga menganalogikan sejumlah potensi masalah yang bisa timbul dari kewarganegaraan ganda pada anak. Seiring berkembangnya zaman dan sistem hukum, UU Kewarganegaraan yang baru ini penerapannya semoga dapat terus dikritisi oleh para ahli hukum perdata internasional, terutama untuk mengantisipasi potensi masalah.

kewajiban sebagai warga negara

WARGANEGARA DANKEWARGANEGARAAN

Salah satu persyaratan diterimanyastatus sebuah negara adalah adanya unsur warganegara yang diatur menurutketentuan hukum tertentu, sehingga warga negara yang bersangkutan dapatdibedakan dari warga dari negara lain. Pengaturan mengenai kewarganegaraan inibiasanya ditentukan berdasarkan salah satu dari dua prinsip, yaitu prinsip ‘iussoli’ atau prinsip ‘ius sanguinis’. Yang dimaksud dengan ‘iussoli’ adalah prinsip yang mendasarkan diri pada pengertian hukum mengenaitanah kelahiran, sedangkan ‘ius sanguinis’ mendasarkan diri pada prinsiphubungan darah.
Berdasarkan prinsip ‘ius soli’, seseorang yangdilahirkan di dalam wilayah hukum suatu negara, secara hukum dianggap memilikistatus kewarganegaraan dari negara tempat kelahirannya itu. Negara AmerikaSerikat dan kebanyakan negara di Eropah termasuk menganut prinsipkewarganegaraan berdasarkan kelahiran ini, sehingga siapa saja yang dilahirkandi negara-negara tersebut, secara otomatis diakui sebagai warga negara. Olehkarena itu, sering terjadi warganegara Indonesia yang sedang bermukim dinegara-negara di luar negeri, misalnya karena sedang mengikuti pendidikan dansebagainya, melahirkan anak, maka status anaknya diakui oleh Pemerintah AmerikaSerikat sebagai warga negara Amerika Serikat. Padahal kedua orangtuanyaberkewarganegaraan Indonesia.
Dalam zaman keterbukaan seperti sekarang ini, kitamenyaksikan banyak sekali penduduk suatu negara yang berpergian keluar negeri,baik karena direncanakan dengan sengaja ataupun tidak, dapat saja melahirkananak-anak di luar negeri. Bahkan dapat pula terjadi, karena alasan pelayananmedis yang lebih baik, orang sengaja melahirkan anak di rumah sakit di luarnegeri yang dapat lebih menjamin kesehatan dalam proses persalinan. Dalam hal,negara tempat asal sesorang dengan negara tempat ia melahirkan atau dilahirkanmenganut sistem kewarganegaraan yang sama, tentu tidak akan menimbulkanpersoalan. Akan tetapi, apabila kedua negara yang bersangkutan memiliki sistemyang berbeda, maka dapat terjadi keadaan yang menyebabkan seseorang menyandangstatus dwi-kewarganegaraan (double citizenship) atau sebaliknya malahmenjadi tidak berkewarganegaraan sama sekali (stateless).
Berbeda dengan prinsip kelahiran itu, di beberapa negara,dianut prinsip ‘ius sanguinis’ yang mendasarkan diri pada faktorpertalian seseorang dengan status orangtua yang berhubungan darah dengannya.Apabila orangtuanya berkewarganegaraan suatu negara, maka otomatiskewarganegaraan anak-anaknya dianggap sama dengan kewarganegaraan orangtuanyaitu. Akan tetapi, sekali lagi, dalam dinamika pergaulan antar bangsa yang makinterbuka dewasa ini, kita tidak dapat lagi membatasi pergaulan antar pendudukyang berbeda status kewarganegaraannya. Sering terjadi perkawinan campuran yangmelibatkan status kewarganegaraan yang berbeda-beda antara pasangan suami danisteri. Terlepas dari perbedaan sistem kewarganegaraan yang dianut olehmasing-masing negara asal pasangan suami-isteri itu, hubungan hukum antarasuami-isteri yang melangsungkan perkawinan campuran seperti itu selalumenimbulkan persoalan berkenaan dengan status kewarganegaraan dari putera-puterimereka.
Oleh karena itulah diadakan pengaturan bahwa statuskewarganegaraan itu ditentukan atas dasar kelahiran atau melalui prosesnaturalisasi atau pewarganegaraan. Dengan cara pertama, status kewarganegaraanseseorang ditentukan karena kelahirannya. Siapa saja yang lahir dalam wilayahhukum suatu negara, terutama yang menganut prinsip ‘ius soli’sebagaimana dikemukakan di atas, maka yang bersangkutan secara langsungmendapatkan status kewarganegaraan, kecuali apabila yang bersangkutan ternyatamenolak atau mengajukan permohonan sebaliknya. Cara kedua untuk memperolehstatus kewarganegaraan itu ditentukan melalui proses pewarganegaraan (naturalisasi).Melalui proses pewarganegaraan itu, seseorang dapat mengajukan permohonankepada instansi yang berwenang, dan kemudian pejabat yang bersangkutan dapatmengabulkan permohonan tersebut dan selanjutnya menetapkan status yangbersangkutan menjadi warganegara yang sah.
Selain kedua cara tersebut, dalam berbagai literaturemengenai kewarganegaraan, juga dikenal adanya cara ketiga, yaitu melaluiregistrasi. Cara ketiga ini dapat disebut tersendiri, karena dalam pengalamanseperti yang terjadi di Perancis yang pernah menjadi bangsa penjajah diberbagai penjuru dunia, banyak warganya yang bermukim di daerah-daerah kolonidan melahirkan anak dengan status kewarganegaraan yang cukup ditentukan dengancara registrasi saja. Dari segi tempat kelahiran, anak-anak mereka itu jelaslahir di luar wilayah hukum negara mereka secara resmi. Akan tetapi, karenaPerancis, misalnya, menganut prinsip ‘ius soli’, maka menurut ketentuanyang normal, status kewarganegaraan anak-anak warga Perancis di daerah jajahanataupun daerah pendudukan tersebut tidak sepenuhnya dapat langsung begitu sajadiperlakukan sebagai warga negara Perancis. Akan tetapi, untuk menentukanstatus kewarganegaraan mereka itu melalui proses naturalisasi ataupewarganegaraan juga tidak dapat diterima. Karena itu, status kewarganegaraanmereka ditentukan melalui proses registrasi biasa. Misalnya, keluarga Indonesiayang berada di Amerika Serikat yang menganut prinsi ‘ius soli’,melahirkan anak, maka menurut hukum Amerika Serikat anak tersebut memperolehstatus sebagai warga negara AS. Akan tetapi, jika orangtuanya menghendakianaknya tetap berkewarganegaraan Indonesia, maka prosesnya cukup melalui registrasi saja.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa proseskewarganegaraan itu dapat diperoleh melalui tiga cara, yaitu: (i)kewarganegaraan karena kelahiran atau ‘citizenship by birth’, (ii)kewarganegaraan melalui pewarganegaraan atau ‘citizenship by naturalization’,dan (iii) kewarganegaraan melalui registrasi biasa atau ‘citizenship byregistration’. Ketiga cara ini seyogyanya dapat sama-sama dipertimbangkandalam rangka pengaturan mengenai kewarganegaraan ini dalam sistem hukum Indonesia, sehingga kita tidak membatasipengertian mengenai cara memperoleh status kewarganegaraan itu hanya dengancara pertama dan kedua saja sebagaimana lazim dipahami selama ini.
Kasus-kasus kewarganegaraan di Indonesia juga banyak yang tidak sepenuhnyadapat diselesaikan melalui cara pertama dan kedua saja. Sebagai contoh, banyakwarganegara Indonesia yang karena sesuatu, bermukim diBelanda, di Republik Rakyat Cina, ataupun di Australia dan negara-negara lainnya dalam waktu yang lama sampaimelahirkan keturunan, tetapi tetap mempertahankan status kewarganegaraanRepublik Indonesia. Keturunan mereka ini dapatmemperoleh status kewarganegaraan Indonesia dengan cara registrasi biasa yang prosesnya tentu jauh lebih sederhanadaripada proses naturalisasi. Dapat pula terjadi, apabila yang bersangkutan,karena sesuatu sebab, kehilangan kewarganegaraan Indonesia, baik karena kelalaian ataupun sebab-sebab lain, lalukemudian berkeinginan untuk kembali mendapatkan kewarganegaraan Indonesia, maka prosesnya seyogyanya tidakdisamakan dengan seorang warganegara asing yang ingin memperoleh statuskewarganegaraan Indonesia.
Lagi pula sebab-sebab hilangnya status kewarganegaraan itubisa saja terjadi karena kelalaian, karena alasan politik, karena alasan teknisyang tidak prinsipil, ataupun karena alasan bahwa yang bersangkutan memangsecara sadar ingin melepaskan status kewarganegaraannya sebagai warganegara Indonesia. Sebab atau alasan hilangnyakewarganegaraan itu hendaknya dijadikan pertimbangan yang penting, apabila yangbersangkutan ingin kembali mendapatkan status kewarganegaraan Indonesia. Proses yang harus dilakukan untukmasing-masing alasan tersebut sudah semestinya berbeda-beda satu sama lain. Yangpokok adalah bahwa setiap orang haruslah terjamin haknya untuk mendapatkanstatus kewarganegaraan, sehingga terhindar dari kemungkinan menjadi ‘stateless’atau tidak berkewarganegaraan. Tetapi pada saat yang bersamaan, setiap negaratidak boleh membiarkan seseorang memilki dua status kewarganegaraan sekaligus. Itulahsebabnya diperlukan perjanjian kewarganegaraan antara negara-negara modernuntuk menghindari status dwi-kewarganegaraan tersebut. Oleh karena itu, disamping pengaturan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan melalui prosespewarganegaraan (naturalisasi) tersebut, juga diperlukan mekanisme lainyang lebih sederhana, yaitu melalui registrasi biasa.
Di samping itu, dalam proses perjanjian antar negara, perludiharmonisasikan adanya prinsip-prinsip yang secara diametral bertentangan, yaituprinsip ‘ius soli’ dan prinsip ‘ius sanguinis’ sebagaimanadiuraikan di atas. Kita memang tidak dapat memaksakan pemberlakuan satu prinsipkepada suatu negara yang menganut prinsip yang berbeda. Akan tetapi, terdapatkecenderungan internasional untuk mengatur agar terjadi harmonisasi dalampengaturan perbedaan itu, sehingga di satu pihak dapat dihindari terjadinyadwi-kewarganegaraan, tetapi di pihak lain tidak akan ada orang yang berstatus ‘stateless’tanpa kehendak sadarnya sendiri. Karena itu, sebagai jalan tengah terhadapkemungkinan perbedaan tersebut, banyak negara yang berusaha menerapkan sistemcampuran dengan tetap berpatokan utama pada prinsip dasar yang dianut dalamsistem hukum masing-masing.
Indonesia sebagai negara yang pada dasarnya menganut prinsip ‘ius sanguinis’,mengatur kemungkinan warganya untuk mendapatkan status kewarganegaraan melaluiprinsip kelahiran. Sebagai contoh banyak warga keturunan Cina yang masihberkewarganegaraan Cina ataupun yang memiliki dwi-kewarganegaraan antara Indonesia dan Cina, tetapi bermukim di Indonesia dan memiliki keturunan di Indonesia. Terhadap anak-anak mereka inisepanjang yang bersangkutan tidak berusaha untuk mendapatkan statuskewarganegaraan dari negara asal orangtuanya, dapat saja diterima sebagaiwarganegara Indonesia karena kelahiran. Kalaupun hal inidianggap tidak sesuai dengan prinsip dasar yang dianut, sekurang-kurangnyaterhadap mereka itu dapat dikenakan ketentuan mengenai kewarganegaraan melaluiproses registrasi biasa, bukan melalui proses naturalisasi yang mempersamakankedudukan mereka sebagai orang asing sama sekali.
KEWARGANEGARAAN ORANG ‘CINA’ PERANAKAN
Orang-orang ‘Cina’ peranakan yang tinggal menetap turuntemurun di Indonesia, sejak masa reformasi sekarang ini, telah berhasil memperjuangkanagar tidak lagi disebut sebagai orang ‘Cina’, melainkan disebut sebagai orangTionghoa. Di samping itu, karena alasan hak asasi manusia dan sikapnon-diskriminasi, sejak masa pemerintahan B.J. Habibie melalui InstruksiPresiden No. 26 Tahun 1998 tentang Penghentian Penggunaan Istilah Pribumi danNon-Pribumi, seluruh aparatur pemerintahan telah pula diperintahkan untuk tidaklagi menggunakan istilah pribumi dan non-pribumi untuk membedakan pendudukketurunan ‘Cina’ dengan warga negara Indonesia pada umumnya. Kalaupun adaperbedaan, maka perbedaan itu hanyalah menunjuk pada adanya keragamanetinisitas saja, seperti etnis Jawa, Sunda, Batak, Arab, Manado, Cina, dan lain sebagainya.
Karena itu, status hukum dan status sosiologis golonganketurunan ‘Tionghoa’ di tengah masyarakat Indonesia sudah tidak perlu lagi dipersoalkan. Akan tetapi, saya sendiri tidakbegitu ‘sreg’ dengan sebutan ‘Tionghoa’ itu untuk dinisbatkan kepadakelompok masyarakat Indonesia keturunan ‘Cina’. Secarapsikologis, bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, istilah ‘Tionghoa’ itu malahlebih ‘distingtif’ atau lebih memperlebar jarak antara masyarakatketurunan ‘Cina’ dengan masyarakat Indonesia pada umumnya. Apalagi, pengertiandasar istilah ‘Tionghoa’ itu sendiri terdengar lebih tinggi posisi dasarnyaatau bahkan terlalu tinggi posisinya dalam berhadapan dengan kelompokmasyarakat di luar keturunan ‘Cina’. ‘Tiongkok’ atau ‘Tionghoa’ itu sendirimempunyai arti sebagai negara pusat yang di dalamnya terkandung pengertianmemperlakukan negara-negara di luarnya sebagai negara pinggiran. Karena itu,penggantian istilah ‘Cina’ yang dianggap cenderung ‘merendahkan’ denganperkataan ‘Tionghoa’ yang bernuansa kebanggaan bagi orang ‘Cina’ justru akanberdampak buruk, karena dapat menimbulkan dampak psikologi bandul jam yangbergerak ekstrim dari satu sisi ekstrim ke sisi ekstrim yang lain. Di pihak lain,penggunaan istilah ‘Tionghoa’ itu sendiri juga dapat direspons sebagai‘kejumawaan’ dan mencerminkan arogansi cultural atau ‘superiority complex’dari kalangan masyarakat ‘Cina’ peranakan di mata masyarakat Indonesia pada umumnya. Anggapan mengenaiadanya ‘superiority complex’ penduduk keturunan ‘Cina’ dipersubur pulaoleh kenyataan masih diterapkannya sistem penggajian yang ‘double standard’di kalangan perusahaan-perusahaan keturunan ‘Cina’ yang mempekerjakan merekayang bukan berasal dari etnis ‘Cina’. Karena itu, penggunaan kata ‘Tionghoa’dapat pula memperkuat kecenderungan ekslusivisme yang menghambat upayapembauran tersebut.
Oleh karena itu, mestinya, reformasi perlakuan terhadapmasyarakat keturunan ‘Cina’ dan warga keturunan lainnya tidak perlu diwujudkandalam bentuk penggantian istilah semacam itu. Yang lebih penting untukdikembangkan adalah pemberlakuan sistem hukum yang bersifat non-diskriminatifberdasarkan prinsip-prinsip hak asasi manusia, diiringi dengan upaya penegakanhukum yang tegas dan tanpa pandang bulu, dan didukung pula oleh ketulusan semuapihak untuk secara sungguh-sungguh memperdekat jarak atau gap social, ekonomi danpolitik yang terbuka lebar selama ini. Bahkan, jika mungkin, warga keturunanpuntidak perlu lagi menyebut dirinya dengan etnisitas yang tersendiri. Misalnya,siapa saja warga keturunan yang lahir di Bandung, cukup menyebut dirinyasebagai orang Bandung saja, atau lebih ideal lagi jika mereka dapatmengidentifikasikan diri sebagai orang Sunda, yang lahir di Madura sebut sajasebagai orang Madura. Orang-orang keturunan Arab yang lahir dan hidup diPekalongan juga banyak yang mengidentifikasikan diri sebagai orang Pekalongansaja, bukan Arab Pekalongan.
Proses pembauran itu secara alamiah akan terjadi dengansendirinya apabila medan pergaulan antar etnis makin luasdan terbuka. Wahana pergaulan itu perlu dikembangkan dengan cara asimiliasi,misalnya, melalui medium lembaga pendidikan, medium pemukiman, mediumperkantoran, dan medium pergaulan social pada umumnya. Karena itu, dilingkungan-lingkungan pendidikan dan perkantoran tersebut jangan sampai hanyadiisi oleh kalangan etnis yang sejenis. Lembaga lain yang juga efektif untukmenyelesaikan agenda pembauran alamiah ini adalah keluarga. Karena itu, perludikembangkan anjuran-anjuran dan dorongan-dorongan bagi berkembangnya praktekperkawinan campuran antar etnis, terutama yang melibatkan pihak etnis keturunan‘Cina’ dengan etnis lainnya. Jika seandainya semua orang melakukan perkawinanbersilang etnis, maka dapat dipastikan bahwa setelah satu generasi atau setelahsetengah abad, isu etnis ini dan apalagi isu rasial, akan hilang dengansendirinya dari wacana kehidupan kita di persada nusantara ini.
PEMBARUAN UNDANG-UNDANG KEWARGANEGARAAN
Dalam rangka pembaruan Undang-Undang Kewarganegaraan,berbagai ketentuan yang bersifat diskriminatif sudah selayaknya disempurnakan. Wargaketurunan yang lahir dan dibesarkan di Indonesia sudah tidak selayaknya lagi diperlakukan sebagai orang asing. Dalamkaitan ini, kita tidak perlu lagi menggunakan istilah penduduk asli ataupunbangsa Indonesia asli seperti yang masih tercantumdalam penjelasan UUD 1945 tentang kewarganegaraan. Dalam hukum Indonesia dimasa datang, termasuk dalam rangka amandemen UUD 1945 dan pembaruan UU tentangKewarganegaraan, atribut keaslian itu, kalaupun masih akan dipergunakan, cukupdikaitkan dengan kewarganegaraan, sehingga kita dapat membedakan antarawarganegara asli dalam arti sebagai orang yang dilahirkan sebagai warganegara (naturalborn citizen), dan orang yang dilahirkan bukan sebagai warganegaraIndonesia.
Orang yang dilahirkan dalam status sebagai warganegaraRepublik Indonesia itu di kemudian hari dapat sajaberpindah menjadi warganegara asing. Tetapi, jika yang bersangkutan tetapsebagai warganegara Indonesia, maka yang bersangkutan dapatdisebut sebagai ‘Warga Negara Asli’. Sebaliknya, orang yang dilahirkansebagai warganegara asing juga dapat berubah di kemudian hari menjadiwarganegara Indonesia, tetapi yang kedua ini tidak dapatdisebut sebagai ‘Warga Negara Asli’. Dengan sendirinya, apabila hal inidikaitkan dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) tentang calon Presiden yangdisyaratkan orang Indonesia asli haruslah dipahami dalam konteks pengertian ‘WargaNegara Indonesia’ asli tersebut, sehingga elemen diskriminatif dalam hukumdasar itu dapat hilang dengan sendirinya. Artinya, orang yang pernah menyandangstatus sebagai warganegara asing sudah sepantasnya dianggap tidak memenuhisyarat untuk dicalonkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Dengan demikian, dalam rangka amandemen UUD 1945 danpembaruan UU tentang Kewarganegaraan konsep hukum mengenai kewarganegaraan aslidan konsep tentang tata cara memperoleh status kewarganegaraan yang meliputijuga mekanisme registrasi seperti tersebut di atas, dapat dijadikan bahanpertimbangan yang pokok. Dengan begitu asumsi-asumsi dasar yang bersifatdiskriminatif berdasarkan rasa dan etnisitas sama sekali dihilangkan dalampenyusunan rumusan hukum di masa-masa yang akan datang sesuai dengan semangatuntuk memajukan hak asasi manusia di era reformasi dewasa ini.

kewarganegaraan


BAB XA HAK ASASI MANUSIA

[sunting] Pasal 28A

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

[sunting] Pasal 28B

(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

[sunting] Pasal 28C

(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.

[sunting] Pasal 28D

(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.

[sunting] Pasal 28E

(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2) Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

[sunting] Pasal 28F

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

[sunting] Pasal 28G

(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.

[sunting] Pasal 28H

(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.

[sunting] Pasal 28 I

(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
(2) Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
(5) Untuk menegakan dan melindungi hak assi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundangan-undangan.

[sunting] Pasal 28J

(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

[sunting] BAB XII PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA

[sunting] Pasal 30

(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
(2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Indonesia Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.
(3) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.
(4) Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga kemanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hokum.

(5) Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang.